Pembuatan Sediaan Suspensi

Dalam praktikum kali ini, dilakukan proses pembuatan sediaan farmasi berupa suspensi. Suspensi adalah sistem yang secara termodinamik tidak stabil, bila dikocok dalam waktu yang lama partikel-partikel mengalami agregasi dan pengendapan yang kadang-kadang bisa menimbulkan caking. Caking merupakan salah satu masalah yang sangat sulit yang harus diatasi pada saat formulasi sediaan suspensi. Caking tidak dapat diatasi hanya dengan pengecilan ukuran partikel dan peningkatan viskositas medium, caking dapat diatasi dengan flokulasi yaitu apabila partikel bergabung dengan ikatan yang lemah.

Pembuatan Sediaan Suspensi

Pada dasarnya obat mempunyai berbagai macam bentuk. Semua bentuk obat mempunyai karakteristik dan tujuan tersendiri. Ada zat yang tidak stabil jika berada dalam sediaan tablet sehingga harus dalam bentuk kapsul ada juga dalam sediaan emulsi. Semua sediaan diformulasikan khusus demi tercapainya efek terapi yang diinginkan.

Ada beberapa alasan pembuatan suspensi. Salah satu adalah karena obat-obat tertentu tidak stabil secara kimia bila ada dalam larutan tapi stabil bila disuspensi. Dalam hal seperti ini suspensi menjamin stabilitas kimia dan memungkinkan terapi dengan cairan. Untuk banyak pasien bentuk cair lebih disukai ketimbang bentuk padat (tabel atau kapsul dari obat yang sama), karena mudahnya menelan cairan dan keluwesan dalam pemberian dosis, pemberian lebih mudah serta lebih mudah untuk pemberian dosis yang relatif sangat besar, aman, mudah diberikan untuk anak-anak, juga mudah diatur penyesuaian dosisnya untuk anak.

Secara umum sulit untuk membuat sediaan suspensi yang baik (aman, stabil, dan memiliki penampilan yang menarik). Dalam pembuatan suspensi harus diperhatikan beberapa faktor antara lain sifat partikel terdispersi (derajat pembasahan partikel), zat pembasah, medium pendispersi serta komponen -komponen formulasi seperti pewarna, pemberi rasa dan pengawet yang digunakan. Suspensi harus dikemas dalam wadah yang memadai di atas cairan sehingga dapat dikocok dan mudah dituang.

Kestabilan suatu suspensi dapat ditingkatkan dengan meningkatkan viskositas medium dispersi, mengecilkan ukuran partikel terdispersi, dan mengurangi perbedaan berat jenis partikel dan medium dispersi dapat dilakukan dengan meningkatkan densitas cairan dengan menambahkan poliol (gliserin).

Dalam pembuatan formula suspensi yang stabil secara fisik terdiri dari dua kategori, yaitu :
  1. Pada penggunaan ”Structured Vehicle” untuk menjaga partikel deflokulasi dalam suspensi Structured Vehicle, adalah larutan hidrokoloid seperti tilose, gom, bentonit, dan lain-lain.
  2. Penggunaan prinsip-prinsip flokulasi untuk membentuk flok, meskipun terjadi cepat pengendapan, tetapi dengan pengocokan ringan mudah disuspensikan kembali.

Dalam pembuatan sediaan suspensi, zat aktif yang digunakan adalah asam mefenamat. Asam mefenamat termasuk obat pereda nyeri yang digolongkan sebagai NSAID (Non Steroidal Antiinflammatory Drugs). Asam mefenamat digunakan untuk mengatasi berbagai jenis rasa nyeri, namun lebih sering diresepkan untuk mengatasi sakit gigi, nyeri otot, nyeri sendi dan sakit ketika atau menjelang haid. Seperti juga obat lain, asam mefenamat dapat menyebabkan efek samping. Salah satu efek samping asam mefenamat yang paling menonjol adalah merangsang dan merusak lambung. Sebab itu, asam mefenamat sebaiknya tidak diberikan pada pasien yang mengidap gangguan lambung.

Asam mefenamat tersedia dalam dua dosis yaitu 250 mg dan 500 mg; dengan dosis yang biasa dipakai adalah 500 mg. Obat ini memiliki aturan pakai yang cukup unik yaitu untuk pertama kali minum yaitu 2 x tablet 500 mg lalu yang berikutnya adalah 1x tablet 500 mg dan 1 x tablet 500 mg dalam sehari itu. Sedangkan untuk hari kedua dst-nya tiap kali minum hanya 1 tablet. Apabila rasa nyeri pada gigi sudah sirna maka pemberian obat ini dapatlah dihentikan.

Selain bahan berkhasiat/zat aktif yang dibutuhkan dalam pembuatan sediaan suspensi, selain itu juga dibutuhkan bahan pembantu/tambahan,seperti: PGA 2,5%, Gliserin 3% dan aquadestilata.

Dalam pembuatan suspensi penggunaan zat pembasah (wetting agent) bertujuan supaya zat yang dapat membuat zat aktif mudah terbasahi oleh air. Tahap kritis dalam pembuatan sediaan suspensi adalah pencanpuran partikel padat kedalam pembawa yaitu pembasahan partikel padat untuk mendapatkan dispersi yang stabil. Surfaktan dan humektan adalah contoh zat pembasah.

Dalam praktikum dilakukan penambahan zat pembasah yaitu gliserin 3% sebagai Humektan. Humektan ini digunakan tergantung dari sifat permukaan padat cair bahan aktif. Serbuk sulit dibasahi air disebut hidrofob, seperti sulfur, carbo adsorben, magnesis stearat, dan serbuk mudah dibasahi oleh air disebut hidrofil, seperti Toluene, Zinci Oxydi, Magnesi carbonas. Dalam pembuatan suspense penggunaan himektan sangat berguna dalam penurunan tegangan antar muka dan pembasah akan dipermudah.

Mekanisme kerja humektan adalah menghilangkan lapisan udara pada permukaan zat padat, sehingga zat padat dan humektan lebih mudah kontak dengan pembawa. Beberapa contoh humektan antara lain gliserin, propilen glikol, polietilen glikol, dan laritan gom, pada sediaan suspense ibuprofen ini bahan pembasah menggunakan sorbitol.

Kesulitan yang banyak ditemui, yang merupakan faktor yang amat penting dalam formulasi suspensi, adalah pembasahan fase padat oleh medium suspensi. Secara definisi, suspensi pada pokoknya adalah suatu sistem yang tidak dapat bercampur, tetapi untuk keberadaannya suspensi memerlukan beberapa derajat kompatibilitas, dan pembasahan bahan-bahan tersuspensi dengan baik sangat penting dalam pencapaian akhir ini.

Bila antar cairan dan zat padat ada suatu afinitas kuat, cairan dengan mudah membentuk lapisan tipis pada permukaan zat padat. Tetapi bila afinitas ini tidak ada atau lemah, cairan sulit untuk memindahkan udara atau zat-zat lain disekitar zat padat tersebut, dan di sana ada suatu sudut kontak antara cairan dan zat padat.

Bahan pensuspensi yang digunakan dalam membuat sediaan suspensi yaitu PGA 2,5%. Bahan pensuspensi merupakan bahan tambahan yang berfungsi mendispersikan partikel tidak larut dalam pembawa dan meningkatkan viskositas sehingga kecepatan sedimentasi diperlambat.

PGA ini digunakan Sebagai koloid pelindung. Diperoleh dari tanaman akasia, dapat larut dalam air, bersifat asam karena adanya aktivitas enzim yaitu enzim oksidase yang akan menguraikan zat aktif yang sensitive terhadap oksidase. Enzim tersebut dapat dihilangkan denga pemanasan. Gom ini mudah dirusak oleh bakteri sehingga dalam supensi harus ditambahkan pelarut. Suspending agent gom arab yang digunakan dalam suspense mempunyai konsentrasi antara 5%-10%.

Dalam pemilihan pelarut atau larutan pembawa bagi sediaan suspensi ditentukan oleh sifat bahan obat. Sifat bahan obat kebanyakan merupakan asam atau basa organik lemah, sehingga kelarutannya sangat dipengaruhi oleh tetapan disosiai dan pH larutannya. Pelarut yang digunakan dalam percobaan yakni air (aquadestilata).

Dalam sistem suspensi terdapat dua macam system suspensi, yaitu system flokulasi dan system deflokulasi.

Dalam praktikum sistem suspensi yang digunakan adalah Sistem flokulasi, yang biasanya mencegah paling tidak pemisahan yang serius tergantung kadar partikel padatnya dan derajat flokulasinya. Sedangakan pada suatu saat system flokulasi kelihatan kasar sebab terjadi flokul.

Dalam system deflokulasi, partikel-partikel terdispersi baik dan mengendap sendiri, tapi lebih lambat daripada system flokulasi. Partikel-partikel ini membentuk cake atau sedimen yang sukar terdispersi kembali.

Dalam praktikum ini dilakukan pembuatan sediaan dua suspensi dan satu suspensi rekonstitusi:

Formulasi 1 (asam mefenamat + PGA 2,5% + aquadestilata)
Dari hasil pengamatan formula 1 (asam mefenamat + PGA 2,5 %) dilakukan pengamatan volume sedimentasi ini sangatlah penting karena, kemampuan mendispersi kembali merupakan salah satu pertimbangan utama dalam menaksir penerimaan pasien terhadap suatu suspensi, dan karena endapan yang terbentuk harus dengan mudah didispersikan kembali dengan pengocokan sedang agar menghasilkan suatu sistem homogen.

Pada evaluasi volume sedimentasi diperoleh tinggi sedimentasi menit ke 10= 0; 20=0; 30= 0,96; 60= 0,94 ; 120= 0.94; 1 hari= 0.94; 3 hari=0,94. Volume sedimentasi (F) adalah perbadingan dari volume endapan yang etrjadi (VU) terhadap volume awal dari suspense sebelum mengendap (V0) setelah suspense didiamkan. (Anief, 1993:31). Dari hasil data pengamatan dapat disimpulkan semakin besar fraksi maka makin baik kemampuan suspensinya.

Pada evaluasi kecepatan resdispersi formula 1 diperoleh lama waktu redispersi yakni 6 detik. Dimana kecepatan resdispersi ini merupakan kemampuan redispersi baik bila suspensi telah terdispersi sempurna dengan pengocokan tangan maksimum 30 detik. sehingga dari hasil pengamatan kecepatan resdispersi ini dapat disimpulkan bahwa Kemampuan redispersi pada formula 1 itu baik dan stabil karena telah terdispersi sempurna dengan pengocokan dalam waktu 6 detik. Akan tetapi semakin cepat waktu redispersinya juga tidak baik karena sangat mempengaruhi pada saat penuangan. Sehingga waktu resdispersi yang ideal adalah yang sedang-sedang saja sehingga tidak memepngaruhi pada saat penuangan. 

Pada evaluasi organoleptis diketahui warna sediaan putih susu, bau yang khas dan rasa yang pahit. Dimana pada formula 1 ini masih bnyak bahan tambahan harus dilengkapi dalam pembuatan formula sediaan suspensi yang baik dan menarik. Seperti penambahan pengawet, pembasah, pemanis agar dihasilkan sediaan yg manis, pewarna dan pewangi agar lebih menarik dan memiliki bau yang beraroma sedap (enak).

Pengujian homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada saat proses pembuatan suspensi bahan aktif obat dengan bahan dasarnya dan bahan tambahan lain yang diperlukan tercampur secara homogen. Persyaratannya harus homogen, sehingga sediaan suspensi dapat terdistribusi merata pada saat dikonsumsi. Dan dari hasil pengamatan evaluasi homogenitas didapatkan sediaan suspensi yang homogen.

Formulasi 2 (asam mefenamat + PGA 2,5% + Gliserin)
Dari hasil pengamatan formula II (asam mefenamat + PGA 2,5 % + gliserin 3%) Dilakukan pengamatan volume sedimentasi ini sangatlah penting karena, kemampuan mendispersi kembali merupakan salah satu pertimbangan utama dalam menaksir penerimaan pasien terhadap suatu suspensi, dan karena endapan yang terbentuk harus dengan mudah didispersikan kembali dengan pengocokan sedang agar menghasilkan suatu sistem homogen.

Pada evaluasi volume sedimentasi diperoleh tinggi sedimentasi menit ke 10=0 ; 20= 0 ; 30= 0.96 ; 60=0.96; 120=0.96; 1 hari=0.96; 3 hari=0.96. Volume sedimentasi (F) adalah perbadingan dari volume endapan yang terjadi (VU) terhadap volume awal dari suspense sebelum mengendap (V0) setelah suspense didiamkan. (Anief, 1993:31). Dari hasil data pengamatan dapat disimpulkan semakin besar fraksi maka makin baik kemampuan suspensinya.

Pada evaluasi kecepatan resdispersi formula 1 diperoleh lama waktu redispersi yakni 9 detik. Dimana kecepatan resdispersi ini merupakan kemampuan redispersi baik bila suspensi telah terdispersi sempurna dengan pengocokan tangan maksimum 30 detik. sehingga dari hasil pengamatan kecepatan resdispersi ini dapat disimpulkan bahwa Kemampuan redispersi pada formula II itu baik dan stabil karena telah terdispersi sempurna dengan pengocokan dalam waktu 9 detik. Sehingga tidak mempengaruhi pada saat penuangan.

Pada evaluasi organoleptis diketahui warna sediaan putih susu, bau yang khas dan rasa yang pahit. Dimana pada formula II ini masih banyak bahan tambahan yang harus dilengkapi dalam pembuatan formula sediaan suspensi yang baik dan menarik. Seperti penambahan pengawet, pemanis agar dihasilkan sediaan yg manis, pewarna dan pewangi agar lebih menarik dan memiliki bau yang beraroma sedap (enak).

Pengujian homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada saat proses pembuatan suspensi bahan aktif obat dengan bahan dasarnya dan bahan tambahan lain yang diperlukan tercampur secara homogen. Persyaratannya harus homogen, sehingga sediaan suspensi dapat terdistribusi merata pada saat dikonsumsi. Dan dari hasil pengamatan evaluasi homogenitas didapatkan sediaan suspensi yang homogen.

Dari kedua sediaan (formulasi 1 dan 2) dapat dibandingkan bahawa formulasi 2 lebih stabil dan baik dibandingkan dengan formulasi 1 hal ini kemungkinan disebabkan dari formula 2 terdapat penambahan gliserin sebagai humektan yang sangat berguna dalam penurunan tegangan antar muka dan pembasah akan dipermudah. Selain itu juga dapat menghilangkan lapisan udara pada permukaan zat padat, sehingga zat padat dan humektan lebih mudah kontak dengan pembawa. Akan tetapi pada evaluasi waktu resdispersi pada formula 1 diketahui waktu resdispersinya lebih cepat dibandingkan dengan formula 2.

Suspensi Rekonstitusi
Suspensi rekonstitusi adalah campuran sirup dalam keadaan kering yang akan didespersikan dengan air pada saat akan digunakan. Umumnya, suatu sediaan suspensi kering dibuat karena stabilitas zat aktif didalam pelarut air terbatas, baik stabilitas kimia atau stabilitas fisika. 

Pada sediaan suspensi rekonstitusi bahan aktif /zat aktif berkhasiat yang digunakan dalam sediaan adalah amoksisilin. Amoxilin adalah nama dagang dari obat antibiotik golongan penisilin sub golongan amoksisilin, yaitu amoksisilin trihidrat. Obat golongan ini bekerja sebagai broad-spectrum (bisa untuk membunuh bakteri gram positif dan negatif), seperti salmonella, shigella dan lainnya (ananda bisa baca di buku mikrobiologi tentang jenis-jenis bakteri).

Obat ini berindikasi / mempunyai efek yang diharapkan yaitu untuk infeksi saluran pernafasan, saluran kemih dan kelamin. Juga infeksi salmonella dan shigella, infeksi kulit, luka selulitis, dan furunkulosis.

Sedangakan bahan tambahan/pembantu yakni PVP 2%, CMC-Na 1%, gula 30%. Carboxymethyl Cellulose (CMC) merupakan hasil perlakuan antara cellulose bersifat alkali dengan chloroacetic acid. CMC berfungsi sebagai binder dan thickener yang digunakan untuk memperbaiki tekstur produk-produk seperti : jelly, pasta, keju, salad dressing dan ice cream.

Polyvinyl Pyrrolidone (PVP) merupakan kompleks tidak larut yang mengandung komponen phenol sehingga biasa digunakan sebagai penjernih.

Sukrosa memiliki rasa manis yang paling nyaman, meskipun digunakan dalam konsentrasi tinggi. Tabel tingkat kemanisan beberapa jenis gula terhadap sukrosa dapat dilihat pada table 1.

Tabel 1. Tingkat kemanisan beberapa gula terhadap sukrosa
Formula III (Amoksisilin + PVP 2% + CMC-Na 1%+ sukrosa 30% + aquadest)
Dari hasil pengamatan formula III (amoksisilin + PVP 2% + CMC-Na 1%+ sukrosa 30% + aquadest) Dalam proses pembuatan suspensi rekonstitusi ini zat aktif tidak ikut digranulasi karena di khawatirkan zat tersebut terkontaminasi oleh mikroba yang kontak langsung dari luar. Sehingga zat aktif ini tidak ikut digranulasi bersama bahan-bahan tambahan lainnya.

Pada evaluasi waktu rekonstitusi ini diperoleh lama waktu rekonstitusi yakni 30 detik. Hal ini dapat dikatakan bahwa sediaan tersebut stabil dan mudah didespersikan kembali atau terdispersi secara cepat dan sempurna dalam medium pembawa.

Dilakukan pengamatan volume sedimentasi ini sangatlah penting karena, kemampuan mendispersi kembali merupakan salah satu pertimbangan utama dalam menaksir penerimaan pasien terhadap suatu suspensi, dan karena endapan yang terbentuk harus dengan mudah didispersikan kembali dengan pengocokan sedang agar menghasilkan suatu sistem homogen.

Pada evaluasi volume sedimentasi diperoleh tinggi sedimentasi menit ke 10= 0; 20=0 ; 30=0 ; 60=0 ; 120=0 ; 1 hari=0 ; 3 hari=0. Volume sedimentasi (F) adalah perbadingan dari volume endapan yang terjadi (VU) terhadap volume awal dari suspense sebelum mengendap (V0) setelah suspense didiamkan. (Anief, 1993:31). Dari hasil data pengamatan dapat disimpulkan semakin besar fraksi maka makin baik kemampuan suspensinya.

Pada evaluasi kecepatan resdispersi formula III diperoleh lama waktu redispersi yakni 7 detik. Dimana kecepatan resdispersi ini merupakan kemampuan redispersi baik bila suspensi telah terdispersi sempurna dengan pengocokan tangan maksimum 30 detik. sehingga dari hasil pengamatan kecepatan resdispersi ini dapat disimpulkan bahwa Kemampuan redispersi pada formula III itu baik dan stabil karena telah terdispersi sempurna dengan pengocokan dalam waktu 7 detik.

Pada evaluasi organoleptis diketahui warna sediaan putih susu, bau yang khas dan rasa yang agak sedikit pahit. Dimana pada formula III ini masih banyak bahan tambahan yang harus dilengkapi dalam pembuatan formula sediaan suspensi yang baik dan menarik. Seperti penambahan pengawet, pewarna dan pewangi agar lebih menarik dan memiliki bau yang beraroma sedap (enak).

Pengujian homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada saat proses pembuatan suspensi bahan aktif obat dengan bahan dasarnya dan bahan tambahan lain yang diperlukan tercampur secara homogen. Persyaratannya harus homogen, sehingga sediaan suspensi dapat terdistribusi merata pada saat dikonsumsi. Dan dari hasil pengamatan evaluasi homogenitas didapatkan sediaan suspensi yang homogen.

sumber: https://www.apocil.com

Untuk lebih lengkapnya kalian bisa lihat File PDF dibawah ini:

5 komentar untuk "Pembuatan Sediaan Suspensi"

  1. Anonim2:12 PM

    cara menentukan dosis asam mefenamat 200mg / 5 ml dr mana??? trus aturan pakainya untuk anak, dewasa, atau apa??

    BalasHapus
  2. Anonim11:01 PM

    dalam FI III ada keterangan DM nya, cara perhitunganya sama dengan Rumus yang ada.

    BalasHapus
  3. Anonim2:11 PM

    Sgt membantu.terimakasih banyak.

    BalasHapus
  4. Anonim11:04 PM

    yg d suspensi rekonstitusi itu, sorbitol ma metil parabennya bukannya incom mas?

    BalasHapus
  5. Anonim11:05 PM

    incompatibilitasnya bisa d cek di handbook of excipient..

    BalasHapus

Terimakasih Telah berkunjung di blog sederhana ini. Silahkan tinggalkan komentar atau pesan dan kesan. Saya yakin yang berkunjung adalah orang Berpendidikan dan Terpelajar dan tidak akan meninggalkan kesan yang mengandung unsur "SARA"